KERANGKA MATERI
WASIAT DAN PERMASALAHANNYA
Oleh: Zainal Masri
STAIN BATUSANGKAR
A. Pengertian Wasiat, Hukum dan Dasar Hukum Wasiat
1. Pengertian wasiat
2. Hukum wasiat
a. Wajib
b. Sunah
c. Haram
d. Makruh
e. Jaiz
3. Dasar hukum Wasiat
a. Al-qur’an
b. Hadits
c. Ijma’
B. Rukun dan Syarat-Syarat Wasiat
1. Rukun Wasiat
2. Syarat-syarat Wasiat
C. Permasalahan Tentang Wasiat
1. Yang tidak boleh menerima wasiat
2. Batalnya Wasiat
3. Pencabutan Wasiat
4. Wasiat Wajibah
5. Ketentuan Teknis
D. Perbedaan Wasiat dengan Wasiat wajibah
WASIAT DAN PERMASALAHANNYA
A. Pengertian Wasiat, Hukum dan Dasar Hukum Wasiat
1. Pengertian Wasiat
Kata wasiat (washiyah) diambil dari kata washshaitu asy-syaia, uushiihi, artinya aushaltuhu (aku menyampaikan sesuatu). Maka muushii
(orang yang berwasiat) adalah orang yang menyampaikan pesan diwaktu dia
hidup untuk dilaksanakan sesudah dia mati (Sayyid Sabiq, 1987 : 230).
Menurut
Amir Syarifuddin secara sederhana wasiat diartikan dengan: “ penyerahan
harta kepada pihak lain yang secara efektif berlaku setelah mati
pemiliknya “.
Menurut
istilah syara’ wasiat adalah pemberian seseorang kepada orang lain baik
berupa barang, piutang ataupun manfaaat untuk dimiliki oleh orang yang
diberi wasiat sesudah orang yang berwasiat mati (Sayyid Sabiq, 1987 :
230).
Menurut
Hukum Islam pasal 171 huruf f wasiat adalah pemberian suatu benda dari
pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris
meninggal dunia (Elimartati, 2010 : 59).
Wasiat
adalah amanah yang diberikan seseorang menjelang ajalnya atau dia
membuat dan berwasiat dalam keadaan sedang tidak sehat, artinya bukan
ketika menjelang ajal. Wasiat dapat dipandang sebagai bentuk keinginan
pemberi wasiat yang ditumpahkan kepada orang yang diberi wasiat. Oleh
karena itu, tidak semua wasiat itu berbentuk harta. Adakalanya wasiat
itu berbentuk nasihat, petunjuk perihal tertentu, rahasia orang yang
memberi wasiat, dan sebagainya (Beni Ahmad Saebani, 2009 : 343).
Dari
berbagai definisi tersebut dapat di jelaskan bahwa wasiat adalah
pemberian seseorang pewaris kepada orang lain selain ahli waris yang
berlaku setelah pewaris meninggal dunia.
2. Hukum Wasiat
Menurut Sayyid sabiq, hukum wasiat itu ada beberapa macam yaitu :
a) Wajib
Wasiat
itu wajib dalam keadaan jika manusia mempunyai kewajiban syara’ yang
dikhawatirkan akan disia-siakan bila dia tidak berwasiat, seperti adanya
titipan, hutang kepada Allah dan hutang kepada manusia. Misalnya dia
mempunyai kewajiban zakat yang belum ditunaikan, atau haji yang belum
dilaksanakan, atau amanat yang harus disampaikan, atau dia mempunyai
hutang yang tidak diketahui sselain dirinya, atau dia mempunyai titipan
yang tidak dipersaksikan.
b) Sunah
Wasiat itu disunatkan bila diperuntukkan bagi kebajikan, karib kerabat, orang-orang fakir dan orang-orang saleh.
c) Haram
Wasiat
itu diharamkan jika ia merugikan ahli waris. Wasiat yang maksudnya
merugikan ahli waris seperti ini adalah batil, sekalipun wasiat itu
mencapai sepertiga harta. Diharamkan juga mewasiatkan khamar, membangun
gereja, atau tempat hiburan.
d) Makruh
Wasiat
itu makruh jika orang yang berwasiat sedikit harta, sedang dia
mempunyai seorang atau banyak ahli waris yang membutuhkan hartanya.
Demikian pula dimakruhkan wasiat kepada orang yang fasik jika diketahui
atau diduga keras bahwa mereka akan menggunakan harta itu di dalam
kefasikan dan kerusakan.
e) Jaiz
Wasiat
diperbolehkan bila ia ditujukan kepada orang yang kaya, baik orang yang
diwasiati itu kerabat ataupun orang jauh (bukan kerabat).
3. Dasar Hukum Wasiat
a) Al-Qur’an
Q.S Al-Baqarah ayat 180 :
“Diwajibkan
atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda)
maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak
dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa”.
Q.S Al-Baqarah ayat 283 :
“Dan
orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan
isteri, hendaklah Berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi
nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya).
akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), Maka tidak ada dosa bagimu
(wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang
ma'ruf terhadap diri mereka. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana”.
b) Hadits
وَعَنْ
أَبِي أُمَامَةَ اَلْبَاهِلِيِّ رضي الله عنه سَمِعْتُ رَسُولَ اَللَّهِ
صلى الله عليه وسلم يَقُولُ : ( إِنَّ اَللَّهَ قَدْ أَعْطَى كُلَّ ذِي
حَقٍّ حَقَّهُ , فَلَا وَصِيَّةَ لِوَارِثٍ ) رَوَاهُ أَحْمَدُ ,
وَالْأَرْبَعَةُ إِلَّا النَّسَائِيَّ , وَحَسَّنَهُ أَحْمَدُ
وَاَلتِّرْمِذِيُّ , وَقَوَّاهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ , وَابْنُ اَلْجَارُودِ
Abu
Umamah al-Bahily Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya Allah telah
memberi hak kepada tiap-tiap yang berhak dan tidak ada wasiat untuk ahli
waris." Riwayat Ahmad dan Imam Empat kecuali Nasa'i. Hadits hasah
menurut Ahmad dan Tirmidzi, dan dikuatkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu
al-Jarud
(Bulughul Maram digital, 2008 : 987)
وَرَوَى
ابْنُ مَا جَةَ عَنْ جَا بِرٍ قَا لَ : قَا لَ رَسُولُ الله صلى الله عليه
وسلم: مَنْ مَا تَ عَلَى وَصِيَّةٍ مَا تَ عَلَى سَبِيْلٍ وَسُنَّةٍ و مَا
تَ عَلَى تَقِىٍّ وَشَهَا دَةٍ وَمَا تَ مَغْفُوْرًا لَه
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Jabir, dia berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW : “ barang siapa yang mati dalam
keadaan berwasiat, maka dia telah mati di jalan Allah dan Sunnah, mati
dalam keadaan taqwa dan syahid, dan dia mati dalam keadaan diampuni
dosanya.”
(Sayyid Sabiq, 1987 : 232)
c) Ijma’
Kaum
muslimin sepakat bahwa tindakan wasiat merupakan syariat Allah dan
RasulNya. Ijma’ didasarkan pada ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits.
B. Rukun, dan Syarat Wasiat
1. Rukun wasiat
Menurut
Sayyid Sabiq rukun wasiat itu adalah dari orang yang
mewasiatkan.Menurut Ibnu Rusyd wasiat ada 4 yaitu : orang yang
berwasiat, orang yang menerima wasiat, barang yang diwasiatkan, dan
sighat (Elimartati, 2010 : 61).
2. Syarat wasiat
a) Syarat orang yang berwasiat
Menurut
Sayyid Sabiq diisyaratkan agar orang yang memberi wasiat itu adalah
orang yang ahli kebaikan, yaitu orang yang mempunyai kompetensi
(kecakapan) yang sah.
b) Syarat orang yang menerima wasiat
· Dia bukan ahli waris dari orang yang berwasiat.
· Orang
yang diberi wasiat disyaratkan ada dan benar-benar ada disaat wasiat
dilaksanakan baik ada secara nyata maupun secara perkiraan, seperti
berwasiat kepada anak dalam kandugan, maka kandungan itu harus ada
diwaktu wasiat diterima.
· Orang yang diberi wasiat bukan lah orang yang membunuh orang yang memberi wasiat.
c) Syarat benda yang diwasiatkan
Pada dasarnya benda yang menjadi objek wasiat adalah benda-benda atau manfaat yang bisa dimiliki dan dapat digunakan untuk kepentingan manusia secara positif (Elimartati, 2010 : 64).
Menurut
pasal 194 Kompilasi Hukum Islam menentukan bahwa harta benda yang
diwasiatkan harus merupakan hak dari pewaris (ayat 2) (Abdul Shomad,
2010 : 355).
Menurut
Amir Syrifuddin harta yang diwasiatkan itu tidak boleh melebihi
sepertiga dari harta yang dimiliki oleh pewasiat (Amir Syarifuddin, 2010
: 237).
Menurut
pasal 195 bahwa wasiat hanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya sepertiga
dari harta warisan kecuali apabila semua ahli waris menyetujuinya
(pasal 195 ayat 2). Pernyataan persetujuan dibuat secara lisan dihadapan
dua orang saksi atau tertulis dihadapan dua orang saksi atau
dihadapan notaris (pasal195 ayat 4). Apabila wasiat melebihi sepertiga
dari harta warisan, sedangkan ahli waris ada yang tidak menyetujuinya
maka wasiat hanya dilaksanakan sampai batas sepertiga harta warisan
(Abdul Shomad, 2010 : 356).
C. Permasalahan Tentang Wasiat
1. Yang tidak boleh menerima Wasiat
Dari
uraian yang terdahulu bahwa yang boleh menerima wasiat adalah
orang-orang yang tidak menjadi ahli waris. Jadi intinya orang yang telah
menjadi ahli waris tidak berhak untuk menerima wasiat karena wasiat itu
hanya diperuntukkan kepada selain orang yang menjadi ahli waris.
Rincian
tentang yang tidak boleh menerima wasiat dijelaskan dalam KHI pasal 207
dan 208. Pasal 207 “ wasiat tidak diperbolehkan kepada orang yang
melakukan pelayanan perawatan bagi seseorang dan kepada orang yang
memberi tuntunan kerohanian sewaktu ia menderita sakit hingga
meninggalnya, kecuali ditentukan dengan tegas dan jelas untuk membalas
jasanya”. Pasal 208 “ wasiat tidak berlaku bagi notaris dan saksi-saksi
pembuat akta tersebut. Peraturan tersebut di atas dimaksudkan agar tidak
terjadi penyimpangan dalampelaksanaan wasiat, mengingat orang-orang
yang disebut dalam pasal 207, 208 tersebut terlihat langsung dalam
kegiatan wasiat tersebut (Elimartati, 2010 : 67).
2. Batalnya wasiat
Menurut
Sayyid Sabiq wasiat itu batal dengan hilangnya salah satu syarat dari
syarat yang ada pada wasiat, misalnya sebagai berikut :
a) Bila orang yang berwasiat itu menderita penyakit gila yang parah yang menyampaikannya pda kematian.
b) Bila orang yang diberi wasiat mati sebelum orang yang memberi wasiat itu mati.
c) Bila yang diwasiatkan itu barang tertentu yang rusak sebelum diterima oleh orang yang diberi wasiat.
Menurut KHI pada pasal 197 :
(1) Wasiat
menjadi batal apabila calon penerima wasiat berdasarkan putusan hakim
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dihukum karena :
a. Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat pada pewasiat.
b. Dipersalahkan
secara memfitnah telah mengajukan bahwa pewasiat telah melakukan suatu
kejahatan yang diancam dengan hukuman lima tahun penjara atau hukuman
yang lebih berat.
c. Dipersalahkan
dengan kekerasan atau ancaman mencegah pewasiat untuk membuat atau
mencabut atau mengubah wasiat untuk kepentingan calon penerima wasiat.
d. Dipersalahkan telah menggelapkan atau merusak atau memalsukan surat wasiat dari pewasiat.
(2) Wasiat itu menjadi batal apabila orang yang ditunjuk untuk menerima wasiat itu :
a. Tidak mengetahuui adanya wasiat tersebut sampai ia meninggal dunia sebelum meninggalnya sipewasiat.
b. Mengetahui adanya wasiat tersebut, tetapi ia meolak untuk menerimanya.
c. Mengetahui
adanya wasiat itu tetapi tidak pernah mengatakan menerima atau menolak
sampai ia meninggal sebelum meninggalnya pewasiat.
(3) Wasiat menjadi batal apabila barang yang diwasiatkan musnah.
3. Pencabutan wasiat
Pencabutan wasiat diatur dalam pasal 199 KHI yang berbunyi :
1) Pewasiat
dapat mencabut wasiatnya selama calon penerima wasiat belum mengatakan
persetujuannya atau mengatakan persetujuannya tetapi kemudian menarik
kembali.
2) Pencabutan
wasiat dapat dilakukan secara lisan dengan disaksikan oleh dua orang
saksi atau bebrdasarkan akte notaris bila wasiat terdahulu dibuat secara
lisan.
3) Bila
wasiat dibuat secara tertulis, maka hanya dapat dicabut dengna cara
tertulis dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau berdasarkan akte
notaris.
4) Bila wasiat dibuat berdasarkan akte notaris, maka hanya dapat dicabut berdasarkan akte notaris.
Apabila
wasiat yang telah dilaksanakan itu dicabut, maka surat wasiat yang
dicabut diserahkan kembali kepada pewasiat sebagaimana diatur dalam
pasal 203 ayat (2) KHI (Elimartati, 2010 : 69-70).
4. Wasiat wajibah
Wasiat wajibah adalah tindakan
yang dilakukan oleh penguasa atau hakim sebagai aparat Negara untuk
memaksa atau memberi putusan wajib wasiat bagi orang yang telah
meninggal yang diberikan kepada orang tertentu dalam keadaan tertentu
(Elimartati, 2010 : 70).
Orang-orang
yang mendapat wasiat wajibah adalah cucu-cucu yang orang tuanya telah
mati mendahului atau berbarengan dengan pewaris. Mereka diberi wasiat
wajibah sebesar bagian orang tuanya dengan ketentuan tidak melebihi dari
1/3 peninggalan. Oleh karena besar kecilnya bagian orang tuanya itu
tergantung dengan sedikit atau banyaknya saudara orang tuanya, maka ada
kemungkinan bahwa bagian orang tuanya 1/5, 1/4, 1/3 atau 1/2
peninggalan, kelebihannya itu harus dikembalikan kepada ahli waris.
Walaupun cucu tersebut dapat menduduki kedudukan orang tuanya dalam
memperoleh harta warisan, namun jumlah yang diterimanya itu bukan
semata-mata berdasarkan memusakai (dengan fardh atau ushubah), tetapi
berdasarkan wasiat wajibah. Oleh karena itu, memberikan bagiannya harus
didahulukan daripada memberikan bagian kepada ahli waris (Abdul Shomad,
2010 : 365).
Dasar
hukum penentuan wasiat wajibah adalah kompromi dari pendapat-pendapat
ulama salaf dan khalaf yang menurut Fathur Rahman adalah :
Tergantung
kewajiban berwasiat kepada kerabat, kerabat yang tidak dapat menerima
pusaka ialah diambil dari pendapat-pendapat fuqaha’ dan Tabi’in besar
ahli fiqih dan ahli hadits antara lain Sain bin Musayyad, Hasan
Al-Basyri, Thawus, Ahmad Ishak bin Rahawib dan Ibnu Hazmin.
Pemberian
sebagian harta simati kepada kerabat-kerabat yang tidak dapat menerima
pusaka yang berfungsi wasiat wajibah, bila simati tdak berwasiat adalah
diambil dari pendapat mazhab Ibnu Hazmin yang dinukilkan dari fuqaha’,
tabi’in dan pendapat Ahmad.
Pengkhususan
kerabat-kerabat yang tidak menerima pusaka kepada cucu dan pembatasan
penerimaan sebesar 1/3 peninggalan adalah didasarkan kepada Ibnu hanzim,
dan kaedah yang berbunyi “ pemegang kekuasaan mempunyai wewenang
perkara mubah karena ia berpendapat bahwa hal itu membawa kemaslahatan
umum. Bila penguasa memrintahkan demikian wajiblah ditaati”.
5. Ketentuan Teknis
Dalam
KHI juga diatur beberapa ketentuan teknis untuk mengantisipasi dan
menyelesaikan masalah yang timbul, antara lain pasal 204 yang
menyebutkan :
Jika
pewasiat meninggal dunia maka surat wasiat yang tertutup dan disimpan
pada notaris, dibuka olehnya dihadapan ahli waris, disaksikan dua orang
saksi dan dengan membuat berita acara pembukaan surat wasiat tersebut.
Jika
surat wasiat yang tertutup disimpan bukan pada notaris maka penyimpan
harus menyerahkan kepada notaris setempat dan selanjutnya notaris atau
kantor urusan agama membuka sebagaimana ditentukan dalam ayat (1) pasal
ini.
Setelah
semua isi serta maksud surat wasiat itu diketahui maka oleh notaris
atau kantor urusan agama diserahkan kepada penerima wasiat guna
menyelesaikan wasiat guna penyelesaian selanjutnya.
Pasal
205 menyatakan dalam waktu perang, para anggota tentara dan mereka yang
termasuk dalam golongan tentara dan berada dalam daerah pertempuran
atau yang berada disuatu tempat yang ada dalam kepungan musuh,
dibolehkan membuat surat wasiat dihadapan seorang komandan atasannya
dengan dhadirkan oleh dua orang saksi.
Pasal
206 mengatur orang yang sedang dalam perjalanan melalui laut dibolehkan
membuat surat wasiat di hadapan nahkoda atau mualim kapal jika pejabat
tersebut tidak ada maka dibuat dihadapan seorang penggantinya dengan
dihadiri dua orang saksi.
D. Membedakan Wasiat dengan Wasiat Wajibah
No
|
Perbedaan
|
Wasiat biasa
|
Wasiat wajibah
|
1
|
Dari segi yang orang menerima wasiat.
|
· Orang lain selain orang yang menjadi ahli waris.
|
· Diberikan kepada anak angkat yang tidak mendapat wasiat biasa.
· Cucu laki-laki maupun cucu perempuan yang orang tuanya mati mendahului atau bersama-sama kakek atau neneknya (pewasiat).
|
2
|
Dari segi hukum
|
· sunah
|
· wajib
|
DAFTAR PUSTAKA
Elimartati, 2010. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Batusangkar : STAIN Batusangkar Press.
Abdul Shomad, 2010. Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Sayyid Sabiq,1987. Fiqih Sunnah
kirim file untuk format laporan PPL ke riashaotori@gmail.com yo zainal, thanks b4 :D
BalasHapusRia, Maaf y... baru buka blognya,, gmana kknnya sukseskaan???
HapusAssalamu’alaikum wr. wb.
BalasHapusAlhamdulillah, tambah saudara!
Saudaraku...,
Sungguh, aku benar-benar sangat terharu karena telah dipertemukan oleh Allah SWT. dengan saudara-saudara seiman, meski (sebagian diantaranya) hanya secara cyber.
Semoga tali silaturrahim ini tetap terbina selamanya dalam naungan rahmat dan ridho-Nya. Amin, ya rabbal 'alamin!
---
Ya… Tuhan kami,
Betapa indahnya persaudaraan dalam iman dan Islam yang telah Engkau anugerahkan kepada kami.
Ya… Tuhan kami,
Bimbinglah kami, peliharalah kami, dan tunjukilah kami,
Sehingga kami senantiasa mampu untuk tetap menjaga tali silaturrahim diantara kami. Dan terhindar dari perpecahan dan permusuhan diantara kami.
Dari saudara seiman,
Imron Kuswandi M.
Waalaikum salam wrwb,, pak imron,salam ukhwah pak..,makasih atas do,a dan motivasinya,, ia pak..,smoga ada nilai di sisi Nya pak,, dan semoga Allah memberikan Cinta Nya, dan cinta orang2 yang mencintai saudaranya hanya karena Nya, serta lebih baik utk kemaslahatan dunia dan akhirat..amiin..
Hapusbagus banget isi tulisannya dek..
BalasHapuslanjutkan menulisnya...^_^
kak An-nisaa,,...:) ,,insyaallah..
Hapusbagus bnget saudara q tpi sumbernya kurang jelas ada baiknya menambahkan referensi atau catatan kaki terima kasih (^_^)
BalasHapusbang arif setyawan,,ia bang,, makasih atas sarannya, saran yang mantap banget bang..
Hapusmakalahnya tak pakai catatan kaki, karena body note sudah ada bang..,,dan buku yang ada di daftar pustaka itu,,itulah buku sumbernya..
salam ukhwah bang..:)
Sangat bermanfaat... izin copast akh
BalasHapusBagaimana cara pelaksanaan apabila sesorang menerima wasiat.
BalasHapusBagaimana cara pelaksanaan apabila sesorang menerima wasiat.
BalasHapusAssalamu'alaikum akhi ada ralat harusnya Albaqarah 240 bukan 283 mohon diperbaiki terima kasih
BalasHapus